Persoalan sanitasi di Indonesia masih menjadi masalah. Dampaknya secara ekonomis, negeri ini mengalami kerugian Rp42,3 triliun per tahun karena buruknya sanitasi.
Kerugian itu dilihat dari dampak luas akibat sanitasi. Mulai dari tingginya angka kesakitan, penanganan sampah dan lain sebagainya.
Situasi ini terjadi karena prilaku masyarakat Indonesia yang rendah dalam sanitasi. Ditambah lagi dengan sikap pasif pemerintah dalam program perubahan prilaku terhadap sanitasi.
Fakta itu terungkap pada media gathering STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) yang diselenggarakan USAID,
Sanitasi bersih harus dimulai dari prilaku masyarakat itu sendiri. Termasuk di dalamnya, prilaku buang air sembarangan (BABS), membuang sampah sembarangan, dan pengelolaan air minum yang aman.
Untuk sampah saja, katanya, merupakan masalah terbesar di perkotaan. Berbagai kasus bencana banjir akibat drainase yang tersumbat sampah. Belum lagi, polusi air sungai yang sangat merugikan.
“Sebagai contoh, air sungai digunakan perusahaan air minum untuk memasok air bersih kepada masyarakat. Jika banyak limbah, tentu diperlukan lebih banyaklagi zat kimiawi untuk membersihkannya. Ujung-ujungnya pihak PDAM menaikkan tarif kepada pelanggan,
Menurut penelitian, katanya, limbah yang dibuang ke sungai paling banyak berasal dari limbah rumah tangga. “Jadi yang membuat sungai tercemar itu justru disumbang sampah domestik yang merupakan dari rumah tangga,
Belum lagi persoalan septic tank yang aman. Soalnya, septic tank yang jaraknya dekat dengan air sumut tentu tidak bisa dijamin tercemar dari bakteri e-coli. “Kondisi ini, harus menjadi perhatian bersama. Soalnya, kita tidak bisa mengatakan bahwa sumur kita aman karena septic tank yang kita buat berjarak 10 meter, karena, bisa jadi sumur kita malah berada dekat dengan septic tank tetangga begitu juga sebaliknya.
Malah, di wilayah perkotaan, masyarakat memiliki jamban yang bagus, namun tidak saluran akhirnya di buang ke sungai. “Jadi untuk mengatasi ini, banyak hal yang bisa dilakukan, salah satunya dengan membentuk septic tank komunal di satu lingkungan. Selain itu, tinja yang diambil dari septic tank warga, tidak dibuang ke sungai, tapi diolah lagi dengan teknologi.
Pokja STBM Kemenkes , Catur, persoalan sanitasi ini memang masih menjadi masalah penting. Soalnya, salah satu fokus pencapaian tujuan pembangunan millenium (MDGs), tentang sanitasi. “Tapi, masih banyak desa yang belum bagus sanitasinya. Di Sumut sendiri, baru ada delapan desa yang sudah melaksanakan STBM,” ucapnya.
Program ini diharapkan bisa mengajak masyarakat untuk berprilaku sehat lewat sanitasi yang bersih. “Kita tidak mengajari. Dalam STBM tidak ada yang paling pintar, melainkan gerakan untuk memicu kesadaran berprilaku hidup bersih. Terpenting dalam hal ini tidak ada pemaksaan, melainkan kesadaran diri sendiri,” tuturnya.
Digambarkan Catur, masyarakat lebih senang membicarakan keganasan harimau dibandingkan lalat. Ini terjadi karena hewan buas itu lebih seksi isunya saat dinaikkan di media daripada lalat.
“Padahal faktanya, lalat lebih banyak membunuh manusia lewat penyakit daripada yang diserang harimau,” tegasnya.
Di sini mengharapkan media berperan untuk mengangkat pentingnya sanitasi bersih bagi masyarakat untuk menghemat anggaran kesehatan.
http://www.analisadaily.com/news/read/2012/12/14/94115/sanitasi_buruk_indonesia_rugi_rp42_triliun_per_tahun/#.UNw4TG8Qbdg